Senin, 13 September 2010

Seputar mitos

suatu kali saat saya dalam perjalanan pulang dari kantor...menaiki armada umum tentu saja :))....saya menguping pembicaraan dua orang perempuan. Sebenarnya mau tidak mau saya harus mendengar pembicaraan mereka yng berbisik tapi keras dan jelas.

Sepertinya mereka kakak adik. Sang kakak berusaha menanamkan doktrin ke adiknya yang sedang hamil besar.
"Ingat ya...nanti kalau kamu melahirkan, suruh suami kamu masuk dan lihat gimana perjuangan kamu ngelahirin!! Biar suamumu gak kurang ajar, gak main cewek. Ya??? ingat yaa???"
Sang adik hanya manggut-manggut saja dengan mimik muka protes. Jawab sang adik: "Tapi temenku nggak tuh mbak...suaminya ikut lihat proses ngelahirin tapi tetep aja main cewek! Kalau bejat ya bejat aja mbak, ga akan peduli istri mau mati taruhan nyawa."
Saya tersenyum geli melihat ekspresi sang kakak yang marah. Ahhhh ada-ada saja
Benarkah mitos itu?

Dulu...waktu menjelang saya melahirkan anak pertama, saya banyak menuntut. Saya ingin saat melahirkan ada suami saya, sesepuh pegganti ibu saya yang sudah meninggal, dan orang-orang yang menyayangi dan perhatian dengan saya. Tapi..saya harus menerima kenyataan kalau saya melahirkan hanya ditemni suami. Saya bangga sekali menceritakan kisah heroik kami tersebut ke semua orang. Saya juga bangga telah berhasil menjalankan mitos tentang pendampingan sang suami dalam proses melahirkan, biar suami saya setia dan tidak main hati (ahhhh saya yakin suami saya ta akan tega melakukan ini!!).

Sekarang...saya sedang mengandung anak kedua. Usia keehamilan saya memang masih muda. Perjalanan masih jauh. Tapi jika saya ditanya: siapa yang saya harapkan untuk mendampingi saya saat melahirkan?"
Saya akan menjawab: "Tak ada"!
Ibu saya yang paling saya harapkan untuk mendampingi saya melawan maut sudah menghadap Bapa. Saya tidak mau merepotkan orang lain lagi.

Sebenarnya, ada alasan khusus kenapa saya menjawab seperti itu.
Saya tidak mau kisah heroik perjuangan saya melawan maut ternodai oleh kisah-kisah pelanggaran mitos di atas. Ya kalau suami saya setia sampai saya mati, lhaaa kalau di kemudian hari ternyata suami saya main hati???? Alangkah tak terperi luka yang nanti saya tanggung...Nahhh kisah seperti itu yang akan menodai kisah heroik saya.

Biarlah mitos itu tetap ada....toh secara ilmi psikologi ada benarnya juga...ada sisi positifnya juga. Berjuang bersama dalam derita untuk mendapatkan bahagia.

Mudah-mudahan ibu muda di angkot tadi bisa mensukseskan mitos tersebut :}}

Tidak ada komentar:

Posting Komentar